Tidak ada yang istimewa dengan konsumsi, sebab manusia memang punya kebutuhan dan untuk memenuhinyalah kita mengonsumsi. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, manusia tidak akan mampu bertahan hidup.
Dia menjadi istimewa tatkala dia tidak lagi hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup.
Saat yang akan dipertahankan untuk mengonsumsi bukan lagi sekadar nyawa, tetapi soal gengsi.
Jika sudah seperti ini, barang-barang yang dikonsumsi tidak lagi menjadi benda mati.
Barang-barang itu lebih dilihat kemasan, serta tampangnya yang sexy.
Lambat laun dia pun memiliki ruh sendiri,
yang memanggil-manggil orang untuk membeli dan mengonsumsi.
Padahal ini adalah perihal taktik dan strategi kapitalis dalam menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru di dalam diri.
Bahkan lebih dalam lagi menciptakan perasaan butuh.
Nafsu mengonsumsi bergelora sedahsyat-dahsyatnya di dalam diri.
Ada juga teknik-teknik pengendalian hawa nafsu yang boleh kita baca dan resapi, tapi ternyata kurang manjur. Kapitalisme mutakhir ternyata lebih lihai menyenangkan hati konsumen.
Kesejahteraan rupanya berhasil menjinakkan pertentangan kelas dan proletariat pun diberi kesempatan makan enak tanpa harus melakukan revolusi.
Lalu apa?
Ya- nikmati saja, karena kapitalis itu ada dan berlipat ganda..
'Maaf tidak jualan Buku'.
Salam Manis
@only.home