Kehidupan manusia diwarnai dengan kemajemukan, baik di tingkat pribadi maupun masyarakat. Pribadi manusia terdiri dari unsur-unsur yang berbeda: badan-jiwa-roh, jasmani-rohani, pelbagai daya seperti daya intelektual, emosional, spiritual, sosial, dan lain-lain. Kendati pribadinya majemuk, manusia itu merupakan keutuhan. Karena itu, setiap orang disebut individu (un-divided). Artinya, utuh-tidak terbagi atau terintegrasi.
Masyarakat manusia juga menampilkan kemajemukan. Ada pelbagai suku, etnis, bahasa, budaya, agama dan keyakinan. Keanekaragaman itu mewarnai kehidupan dan membuatnya tampak indah menawan. Walau banyak orang mengetahuinya, hanya sedikit yang memahami; apalagi menerima dan menghayatinya sebagai fakta yang mesti diterima.
Pendidikan untuk menerima perbedaan di antara warga masyarakat perlu ditumbuhkan karena itulah modal untuk membangun kehidupan bersama yang harmonis. Di tengah upaya memanipulasi kemajemukan untuk mengadu satu sama lain dan menciptakan konflik demi tujuan politis usaha membangun harmoni jauh lebih mendesak. Perlu diketahui bahwa membangun persatuan, kebersamaan dan keharmonisan menuntut proses panjang dan energi banyak sekali. Sedangkan untuk menghancurkannya bisa dilakukan dalam semalam saja.
Banyak sekali contoh dan bukti porak porandanya msyarakat dan negara yang disulut oleh kebencian dan anti-perbedaan. Memaksakan kehendak terhadap mereka yang berbeda selalu berakhir dengan konflik berkepanjangan yang menyengsarakan dan merugikan.
Seluruh komponen masyarakat perlu menyadari pentingnya menghargai, mencintai dan memelihara kemajemukan ini. Keluarga, lembaga pendidikan (sekolah dan universitas), lembaga agama dan lembaga sosial-politik mesti menjaga suasana hidup yang harmonis. Budaya yang memelihara kemajemukan lewat interaksi untuk saling mengenal dan memahami amat diperlukan. Ini jadi penangkal mentalitas anti-kemajemukan.
Kalau mental anti-keanekaragaman ini berkembang di antara anggota keluarga, suku, warga kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi dan negara tentu hidup bersama jauh dari bahagia. Harmoni tinggallah sebuah mimpi. Membangun harmoni menuntut perjuangan.
Itu bisa dimulai dengan membangun integritas dan harmoni dalam setiap pribadi. Warga yang jujur, tulus, utuh dan bermartabat adalah pelaku-pelaku terciptanya harmoni dalam masyarakat. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Marcus Aurelius:”He who lives in harmony with himself lives in harmony with the universe.” Ternyata, harmoni eksternal dalam masyarakat itu ditentukan oleh harmoni internal setiap pribadi anggotanya.
MoBert220418