Suara ombak pantai pulau Temasek yang menderu-deru menambah wibawa pedang itu. Semakin lama dipandang, makin mendalam kekaguman akan keindahan nyala pedang Burung Phonenix Api itu.
"Guru....!"
"Muridku Li Rui..... Ha..ha...! Akhirnya engkau bisa melihat pedang ini terhunus."
Pak Tua itu tertawa lepas melihat raut wajah muridnya yang terkagum-kagum, sambil seraya tersenyum lega. Lega karena Li Rui yang selama ini ingin melihat pedang itu terhunus akhirnya terkabul. Sang gurunya memang pernah berjanji ia akan melihat pedang itu terhunus ketika sudah tiba waktunya untuk itu. Ternyata saat inilah, di saat terjadinya pertarungan guru dan murid, pedang itu memang harus terhunus.
Tapi pertarungan itu terusik oleh serangan tiba-tiba si Katsuri.
"Hia.........!", teriakan Katsuri memecah suasana itu.
Kini sang keturunan samurai ini memegang dua pedang di kedua tangannya, dan sontak mengayunkan pedang di tangan kanannya ke arah kepala pak tua itu, sedangkan pedang di tangan kirinya menyerang arah perutnya.
Pak Tua menyadari serangan itu dan segera menangkis serangan pedang dari arah perut dengan pedang ditangan kirinya dan badannya condong ke bawah untuk menghindari serangan dari arah kepalanya.
Tak dinyata sontak Katsuri kaget pedang Wakizashi yang digunakan menyerang perut pak tua patah menjadi dua dengan mudahnya oleh sabetan pedang Burung Phoenix Api.
Mata Hati melihat itu, segera bereaksi dengan cepat, mengetahui Si Katsuri kewalahan hadapi pak tua. Ia mencoba menancapkan ujung pedang dengan menyerangnya dari arah belakang dari tapi dengan cepat pak tua bereaksi seraya melemparkan pedangnya ke atas sambil berbalik.
Melihat pedang terlempar ke atas perhatian Mata Hati terpecah mengarah ke pedang itu. Ia tidak sadar pak tua berputar balik sambil mengarahkan tendangan ke arah tangan Mata Hati. Sontak saat itu juga, tendangan jitu itu mengenai tangan Mata hati dan pedang yang ada digengamannya terlepas.
Mata Hati terhuyung ke belakang, hampir hilang keseimbangan.
Melihat pedang pusaka yang dilempar oleh pak tua, Gagak Hitam segera bereaksi melompat meraih pedang itu. Dengan mudahnya ia mendapatkannya tapi herannya, pak tua tidak berusaha merebut pedang itu darinya. Segera ia melangkah mundur, curiga akan gelagat itu.
"Ha...ha.....!", pak tua itu tertawa lepas
"Muridku...sekarang pedang itu menjadi milikmu!"
"Guru... apa maksudmu?"
Terlihat raut wajah kebingungan dari sang murid, ia heran kenapa sang guru tidak berusaha merebut pedang itu. Tapi ia tak mau memikirkan alasan itu, segera ia memegangnya seraya menyembunyikan dibalik badannya. Seakan-akan ingin mengamankan pedang itu dari dua pendekar lainnya, yang sama-sama menginginkan pedang itu.
"Ketahuilah muridku, pedang itu sekarang menjadi milikmu."
"Tapi ingat, banyak orang yang ingin merebutnya, jadi berhati-hatilah!"
"Beban ini, sebagai penjaga pedang Phoenix Api sekarang ada padamu."
"Jagalah baik-baik, jangan kau serahkan ke Yuan Shikai."
Gagak Hitam hanya terdiam mendengar perkataan gurunya, begitu juga dua pendekar yang lainnya juga berdiri terpaku memandangnya. Sebelum mereka tersadar dari keheranan, pak tua sudah melompat dan berlari ke arah hutan pantai, segera menghilang dari pandangan.
Kini dua pendekar, Katsuri dan Mata Hati mengalihkan pandangan ke Gagak Hitam. Memandangnya dengan sinis dan terlihat tanpa ragu ingin merebut pedang Phoenix.
Sekian. (hpx)