Hola Hivers, aku balik lagi ke platform Hive ini. Kembali setelah dua mingguan lebih off memposting sesuatu disini. Mungkin kalian gak mau tau alasannya kenapa. Lagipula belum tentu juga ada yang bersedia mampir untuk membaca postingan ini. Kalian mungkin tertarik untuk membaca hal lainnya dari pada tulisan ini. Tapi bagiku dan mungkin banyak orang diluar sana, menulis adalah sarana untuk meluapkan apa yang tak mudah diungkapkan dengan bahasa lisan. Dengan menggunakan kata-kata kedalam kalimat untuk menghasilkan paragraf demi paragraf, sedikit banyak akan mengurangi kegelisahan akan segala sesuatu, yang sering datang tanpa permisi.
Hola Hivers, I'm back again on this Hive platform. Back after more than two weeks off posting something here. Maybe you don't want to know why. After all, not necessarily anyone who is willing to stop by to read this post. You may be interested in reading other things than this article. But for me and probably many people out there, writing is a means to express what is not easily expressed in spoken language. By using words into sentences to generate paragraph by paragraph, you will more or less reduce the anxiety about things, which often come without permission.
Hal-hal yang mengganggu inilah yang sering terjadi pada saat kita justru dituntut untuk lebih mengeksplorasi diri. Saat tulisan ini kuketik di layar smartphone yang kupakai, perlahan kesadaran untuk tidak larut dalam kekhawatiran itu kucoba untuk hilangkan. Setidaknya pada saat postingan ini aku mulai, keberanian untuk mengakhirinya pun harus berjalan bersama. Akan lebih baik lagi jika ini bisa menjadi tonggak untuk meloncat lebih tinggi dan menghalau segala risau yang ada. Apa yang menjadi kerisauanku mungkin tak perlu aku uraikan detail disini. Cukup upaya untuk merubahnya menjadi energi positif hingga tulisan "self-healing" ini aku sajikan kepada kalian. Urusan dapur harus tetap terjaga kerahasiaannya.
These disturbing things often happen when we are actually required to explore ourselves more. When I typed this article on the smartphone screen that I was using, I slowly tried to get rid of the awareness not to dissolve in the worries. At least when I started this post, the courage to end it had to go together. It would be even better if this could be a milestone to jump higher and dispel all the worries that exist. What worries me maybe I don't need to describe in detail here. All you can see is the effort to turn it into positive energy until I present this "self-healing" article to you. Kitchen matters must be kept confidential.
Kalau dipikir-pikir, sosial media adalah tempat yang sempurna untuk kita berkamuflase sedemikian rupa. Ruang-ruang yang ada didalamnya cukup memberikan kita kesempatan untuk unjuk rasa dan karya. Untuk kesekian kalinya aku bersyukur merasakan kenikmatan dari tergabungnya aku dengan platform ini. Disaat-saat genting akan matinya segumpal otak yang jarang terpakai, platform ini seolah besi sembrani yang menarikku untuk menggumulinya. Fungsi otakku sedikit banyak akan bekerja sebagai mana seharusnya. Aku kembali teringat akan hidup yang harus kujalani karena janji Rabb-ku belum saatnya tertunaikan. Aku harus tetap berfikir untuk tetap ada, aku harus tetap ada sebelum ketiadaan datang pada waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Come to think of it, social media is the perfect place for us to camouflage in such a way. The spaces in it are enough to give us the opportunity to demonstrate and work. For the umpteenth time I am grateful to feel the pleasure of joining me with this platform. At critical moments of the death of a brain that is rarely used, this platform is like a ceremonial iron that pulls me to wrestle it. My brain function will more or less work as it should. I was reminded again of the life that I had to live because the promise of my Lord was not yet fulfilled. I have to keep thinking to exist, I have to exist before nothingness comes at the time appointed by the Almighty Allah SWT.