MATAHARI baru saja condong ke barat. Kedai kopi Starblack di Bireuen, seperti biasa, sudah mulai didatangi berbagai pengunjung yang rata-rata dari kawula muda. Namun, hari ini, 12 November 2017, ada yang berbeda dengan kedai kopi Starblack. Hari ini, pengunjung bukan hanya ramai untuk menikmati kopi, tapi juga untuk silaturrahmi dalam bingkai Workshop Menulis.
Pukul 13.30, saya tiba di kedai kopi milik @albertjester itu. Dari tepi jalan raya, saya dikejutkan oleh kain rentang di atas kedai kopi tersebut. Di sana terpampang tulisan “SELAMAT DATANG PESERTA STEEMIT WRITING WORKSHOP”. Namun, yang mengejutkan saya bukan tulisan itu, melainkan foto di sampingnya. Di sana tampak foto @dokter-purnama, saya, @ned. Sungguh, ini sambutan yang luar biasa!
Jantung saya berdegub. Ini workshop yang sangat serius, batin saya. Dengan hati bergetar, saya naiki lantai dua kedai kopi itu. Di sana sudah ada @bahagia-arbi, @ayijufridar, dan beberapa penulis steemit. Pada bagian tengah di dinding sebelah timur sudah disediakan lokasi untuk pembicara workshop. Lagi-lagi saya berdecak, kagum dan bangga.
Workshop dimulai dengan pembacaan kalam Ilahi, dilanjutkan dengan kata-kata sambutan yang disampaikan dr. Purnama sebagai penggagas kegiatan ini. “Saya bukan orang yang punya waktu untuk menulis, karena kesibukan saya sebagai dokter sungguh luar biasa. Namun, saya berusaha membagi waktu untuk tetap menulis. Makanya terkadang tulisan saya di steemit baru muncul di saat orang lain sudah lelap, karena saat-saat seperti itulah saya punya waktu untuk istrahat dan waktu istrahat tersebut saya gunakan untuk menulis,” ujar lelaki yang pernah menjadi calon waki bupati Kabupaten Bireuen ini.
Seorang steemian senior dari Aceh, Ayi Jufridar, juga sempat mengisahkan pengalamannya “berdunia” dengan steemit. Menurut jurnalis ini, steemit telah membuat dia memiliki penghasilan melebihi gajinya sebagai jurnalis. “Saya pernah mendapatkan Rp7.800.000 hanya dalam waktu tiga minggu. Ini semua karena reward yang saya perolah dari steemit,” katanya.
Steemian senior di Aceh, Ahmed Abduh yang memiliki akun @abduhawab pun berkesempatan menjelaskan tentang dunia steemit. Menurut lelaki berjanggut ini, hastag #indonesia di steemit sudah sangat tinggi. Semua terjadi karena kekompakan steemian Indonesia dalam wadah Komunitas Steemit Indonesia (KSI).
“Jadi, di steemit kita bersilaturrahmi, bukan mencari permusuhan. Makanya, tulisan-tulisan di steemit diusahakan jangan menyinggung pribadi orang,” ucap guru bahasa Inggris itu.
Bagi saya pribadi, workshop menulis steemit yang diadakan oleh Komunitas Steemit Bireuen, adalah sebuah workshop persahabatan. Di sana hadir para penulis, jurnalis, dan berbagai unsur. Kehadiran itu sejatinya bukan hanya karena ingin menulis dan mengejar dolar, melainkan juga karena ada panggilan silaturrahmi bahwa “Kami adalah kita dan kita adalah kami.”
Terima kasih tak terhingga kepada @razack-pulo, @dokter-purnama, @bahagia-arbi, yang menjadi sutradara silaturrahmi ini. Selanjutnya, terima kasih pula kepada @kemal13, @jodipamungkas, dan beberapa steemian lain yang menyempatkan silaturrahmi ini. Tak terhingga pula terima kasih kepada @albertjester selaku tuan rumah yang sudah menyuguhkan sajian luar biasa bagi semua.
Salam steemian, salam silaturrahmi!
Herman RN