Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Apa kabar sahabat steemian tercinta? Saya berharap Anda semua masih bersemangat menulis. Kalau Anda mau menulis, saya sarankan agar selalu berpikir manfaatnya buat orang lain. Kalau tulisan Anda banyak manfaatnya, pasti orang lain akan mampir dan membaca tulisan Anda.
Sudah beberapa hari ini saya tak sempat menorehkan catatan di Steemit ini. Rindu sekali saya ingin kembali berbagi pengalaman menulis, sehingga bisa berbagi pengalaman kepada Anda. Semoga pengalaman saya kali ini bisa menjadi pemicu Anda untuk terus bersemangat menghasilkan karya tulis.
Sesuai dengan janji saya sebelumnya untuk berbagi pengalaman menjadi seorang ghost writer. Sebelum membahas tentang profesi ini, saya akan sedikit bercerita tentang istilah tersebut.
Profesi ghost writer (GW) sebenarnya bukan hal baru dalam dunia kepenulisan. Kalau kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, istilah ini mengandung makna sebagai "penulis hantu" atau dalam KBBI disebut "penulis siluman". Mengapa disebut begitu? Sebab nama penulisnya tidak pernah disebut atau tercantum dalam setiap tulisan yang dibuatnya. Biasanya orang yang berprofesi sebagai GW akan menerima imbalan atas jasa menulis yang dikerjakannya dari pemilik ide. Sementara pemiliki ide disebut sebagai pengarangnya.
Apakah profesi sebagai GW diperkenankan dalam dunia kepenulisan? Ya, tentu saja boleh. Faktanya, memang banyak orang yang memanfaatkan jasa GW. Perlu Anda ketahui, tidak semua orang yang memiliki ide pandai menulis atau mempunyai waktu untuk menulis. Oleh sebab itu kebanyakan pemilik ide adalah orang penting. Bisa saja mereka adalah seorang pejabat, pengusaha, artis, atau publik figur lainnya.
Hubungan timbal balik antara GW dan pemiliki ide harus saling menguntungkan. Pemilik ide membutuhkan jasa seorang penulis yang akan membantunya menuliskan semua ide-idenya , sementara penulis membutuhkan imbalan berupa materi atas jasa keahliannya menulis. Oleh sebab itu sebelum terjadi kesepakatan di antara keduanya, biasanya diadakan dulu pembicaraan mengenai batasan materi yang akan ditulis dan berapa besar fee yang akan diterima penulis . Kalau sudah cocok, baru dibuatkan surat perjanjian kerja samanya.
Pengalaman Pertama Menjadi Seorang Ghost Writer
Terus terang, saat awal saya menjadi seorang GW, semuanya mengalir begitu saja dan terjadi secara tidak sengaja. Saat itu saya sedang berada di Lampung dan kebetilan sedang mengerjakan sebuah proyek di bidang property. Seorang teman yang juga seorang penulis menghubungi saya via telepon. Dia menawarkan saya untuk membantu menuliskan naskah seorang mantan pejabat penting di Kementrian Keuangan di Jakarta.
Saat itu saya menanyakan naskah apa yang hendak ditulis, sebab tidak semua naskah mampu saya tulis, meskipun saya sudah berpengalaman menulis berbagai topik dalam tulisan saya. Di ujung telepon teman saya tersebut mengatakan kalau naskah yang akan ditulis seputar dunia pendidikan. Saya pun menyanggupinya, karena kebetulan saya juga sering menulis topik seputar dunia pendidikan.
Singkat cerita, saya dijadwalkan meeting bersama calon klien di Jakarta. Waktu itu saya benar-benar masih belum berpengalaman menjadi seorang GW. Saya masih bertanya-tanya dalam hati, berapa kira-kira besar honor atau fee atas jasa menulis yang akan saya tawarkan kepada calon klien tersebut. Lalu saya tanyakan hal itu kepada teman. Dia hanya mengatakan minimal tiga juta rupiah.
Teman juga menjelaskan kalau saat ini belum ada standar baku fee seorang GW. Angkanya sangat relatif, bisa besar, bisa juga kecil. Semua tergantung seberapa besar reputasi atau nama besar sang penulis dan seberapa kuat kemampuan finansial calon kliennya. Artinya, keduanya mempunyai andil dalam menentukan besaran tarif atas jasa seorang GW. Kalau Anda tanya mengapa begitu? Saya jawab "tidak tahu!". Pasarnya memang menginginkan seperti itu.
Kembali ke cerita di atas. Saya lalu bertemu dengan calon klien di daerah elit di kawasan Jalan Widya Candra, Jakarta. Tempat ini dikenal sebagai tempat pemukiman para menteri. Saya disambut dengan ramah dan diajak berdiskusi membahas materi yang akan dijadikan sebuah buku.
Saya berusaha menyimak dengan baik apa saja yang disampaikan calon klien. Setelah menangkap maksud dan tujuannya menulis, saya pun menyatakan sanggup membantu Beliau. Saya katakan bahwa saya akan mencoba membuatkan draft outline buku yang diinginkan beliau beserta judulnya. Kalau beliau sudah setuju, maka saya akan mulai menggarap tulisan tersebut secara bertahap.
Sebelum saya pulang, Beliau menjelaskan kalau dirinya ingin mengadakan pertemuan sebulan sekali di Jakarta untuk membahas materi yang akan saya tulis. Namun, saat itu saya menolaknya. Saya tidak bisa setiap minggu harus datang ke Jakarta, karena saat itu sedang menangani sebuah proyek pembangunan rumah seorang pengusaha karet di Lampung, sementara saya tinggal di Bandung. Selain itu saya juga masih ada kesibukan lain mengajar sebagai guru komputer honorer di Majalengka setiap seminggu sekali.
Saya lalu menawarkan agar pertemuan diadakan saja sebulan sekali saja di Jakarta. Sementara saya akan menulis dan melaporkan progresnya setiap akhir pekan. Beliau pun setuju. Lalu beliau membahas soal fee saya menulis. Terus terang, dalam hati saya ingin mengatakan kalau honor yang saya minta tiga juta sebulan. Namun, untungnya saya belum sempat bicara. Beliau justru mengatakan kalau dirinya sudah menyiapkan anggaran sebesar lima juta rupiah setiap bulan.
Waduuuuh! Saya sangat terkejut sekali. Semua diluar estimasi saya. Belum pernah saya mendapat honor sebesar itu dalam karir saya sebagai penulis saat itu. Namun, saya pura-pura biasa-biasa saja, padahal dalam hati saya merasa gembira sekali. Kemudian saya menyatakan bersedia membantu Beliau dan akan berusaha semaksimal mungkin mengerjakannya.
Beberapa hari kemudian saya sudah mengirim email yang berisi pilihan judul dan draft outline kepada klien saya tersebut. Komunikasi saya selanjutnya tidak langsung kepada beliau, melainkan melalui seorang asisten yang sudah dipercayakan Beliau untuk mengurus masalah penulisan buku tersebut. Setelah file diterima Beliau dan konsep buku diterima, maka saya mulai mengerjakan job tersebut.
Sebulan kemudian saya menerima transfer uang sebesar lima juta rupiah. Saya masih tidak percaya bisa dapat uang sebanyak itu hanya dari pekerjaan sebagai penulis. Kemudian saya kembali menemui klien di Jakarta untuk kembali membahas materi yang sudah saya tulis untuk dievaluasi, sambil juga membahas materi selanjutnya. Kami membahas isi bab dalam buku yang akan saya tulis secara agak detail.
Proyek penulisan buku ini berjalan sekitar tujuh bulan. Uniknya, pada bulan kedua honor saya tiba-tiba berubah menjadi enam juta rupiah. Saya kembali terkejut. Mengapa honor kok tiba-tiba naik tanpa kompromi. Lalu saya minta penjelasan kepada asisten Beliau. Kemudian saya mendapat penjelasan bahwa Beliau merasa senang dengan progres pekerjaan saya, padahal di sisi lain saya merasa biasa-biasa saja dan merasa bekerja sesuai dengan time schedule yang sudah dibuat. Tidak ada yang istimewa sama sekali.
Selidik punya selidik, ternyata penyebabnya adalah adanya pembanding. Teman saya yang memberi job ternyata juga menerima job menulis dari Beliau dengan topik yang berbeda. Bedanya, pekerjaan teman saya terbengkalai. Setiap minggu selalu saja ada alasan terlambat dalam menyelesaikan tulisannya, sehingga membuat Beliau kecewa. Sementara saya bekerja selalu tepat waktu. Bahkan, isi tulisan saya selalu melampaui target. Kalau dalam perjanjian saya akan menulis naskah sekitar 10-15 halaman per minggu , maka setiap minggu saya setor tulisan lebih dari itu.
Sejak job pertama tersebut, saya semakin yakin kalau profesi menulis itu bisa menjadi salah satu sumber income yang cukup menjanjikan. Kemudian saya juga mendapat tawaran menjadi GW seorang pengusaha makanan asal Palembang yang berdomisili di Jakarta. Beliau mempunyai ratusan cabang franchise di seluruh Indonesia. Kali ini saya mendapat job menulis selama dua minggu sekali di sebuah rubrik "tanya jawab" seputar entrepreneur di sebuah tabloid nasional yang sangat terkenal. Saya pun mendapatkan bayaran yang cukup lumayan. Kontrak ini sempat saya jalankan selama dua tahun.
Sejak saat itu saya selalu medapat tawaran job sebagai GW sampai sekarang. Anehnya lagi, semua pekerjaan ini saya dapatkan dari referensi orang lain, bukan karena saya memasang iklan. Ternyata kepercayaan itu perlu kita bangun, karena bisa menjadi iklan yang sangat efektif bagi diri kita sebagai seorang penulis.
Apakah Anda tertarik menjadi seorang GW seperti saya? Ayo dicoba! Kalau saya bisa, saya yakin Anda pun bisa. Semoga cerita kecil ini ada manfaatnya.
Selamat berkarya dan salam pena kreatif