Dilan, anak-anak ingusan itu tidak mengerti bahwa menanggung rindu adalah sebuah derita. Mereka tidak paham bahwa siksa paling azab di dunia adalah menahan rasa kangen untuk orang yang dicintai. Ah, untuk itulah mereka membuat meme ragam rupa. Ah, mereka orang-orang zaman now yang sok eksis dengan pengetahuan minim.
Dilan, aku sepakat dengan perkataanmu kepada Milea, bahwa rindu itu berat, cukup kamu saja yang menanggung beban itu. Jangan Milea. Walau aku juga harus bilang, kamu egois Dilan. Milea juga harus memiliki derita rindu agar dia tahu betapa cinta sangat berharga. Milea juga harus paham betapa sabar adalah anugerah, andaikan ia tak memiliki rasa sabar, sungguh kau Dilan, tak pantas untuk ditunggu.
Dilan, kita yang terpisah jarak dan waktu,selalu paham bahwa rindu adalah perekat. Rindu adalah komitmen. Rindu adalah tantangan. Rindu bukan racun, walaupun bukan pula obat.
Dilan, aku merasakan hal sama. Aku yang terpisah jauh dengan Mutiaku, harus menanggung beban berat itu. Setiap saat aku merindukan senyumnya, peluknya juga kata-kata manja darinya. Ah, khayal itu sungguh menyiksa.
Dilan, kalau aku rindu Mutiaku, aku memilih memakan alpukat. Karena dengan demikian, aku tahu bahwa alpukat dan rindu adalah dua hal yang sama-sama berat. Rindu membuat hati terasa berat, sedangkan alpukat menambah berat badanku.
Dilan, bila rinduku kepada Mutia semakin berat, aku pun makan nasi yang dicampur kuah ungkot paya. Kenapa? Karena dengan makan kuah ungkot paya dalam porsi banyak, asam uratku kambuh, dan dengan demikian aku bisa mengurangi derita rindu dan meringis karena menderita asam urat. []