Atap sumatera itu julukan Mt.Kerinci.
Merupakan gunung tertinggi di Sumatera dan Gunung Merapi tertinggi seAsia Tenggara. Cuaca diatas tak sama seperti cuaca dikakinya. Dikakinya cerah, bisa jadi diatasnya badai angin dan hujan. Atau mungkin sebaliknya. Tidak ada yang bisa menebaknya, bahkan juru kunci sekalipun.
Untuk itu dibutuhkan persiapan yang matang untuk mendaki Gunung Kerinci. Bersyukur kalau cuaca diatas bersahabat, tidak ada halangan untuk langsung summit dipuncak tertinggi di Pulau Sumatera. Tapi kalo datang cuaca extrim, jangan terlalu memaksa untuk summit. Tunggu cuaca agak sedikit bersahabat, baru bisa melanjutkan pendakian.
Di saat kami (team) mendaki, kami berjumpa dengan pecinta alam dari Jambi. Mereka mengaku sudah 3 hari menunggu, agar bisa summit ke puncak dari selter 3. Namun mereka hanya mampu mendaki sampai Tugu Yuda. Badai angin selalu datang disaat mereka memulai summit. Alhasil, karena lama menunggu badai yang tak kunjung pergi. Kawah belerang Gunung Kerinci pun mengeluarkan asap belerangnya. Membuat kawan-kawan terpaksa harus turun, karena dikhawatirkan asap belerang yang keluar dari kawahnya itu membuat susah bernafas dab batuk-batuk.
Dan itu terus terjadi selama 3 hari berturut-turut. Akhirnya mereka memutuskan untuk turun.
Banyak juga para pendaki yang hilang di atas tubuhnya. Bukan karena mereka tidak mampu, tapi memang cuaca diatas yang selalu berubah. Jangan mencoba melawan dan memaksakan diri untuk summit. Tunggulah waktu yang tepat agar selamat.
Salah satunya Yuda, Yuda Santika nama aslinya. Dia hilang diterpa badai ketika hendak turun Mt.Kerinci. Hingga saat ini jasadnya belum ditemukan. Menurut cerita, dia bersama 2 temannya memaksakan diri untuk naik keatas disaat badai angin masih menerpa. Pada saat turun, asap belerang yang keluar dari kawahnya semakin tebal. Dan dia terpisah dengan temannya.
Ketika sampai ke camp, Yuda belum juga sampai. Hingga menunggu esok harinya, Yuda belum juga sampai. Hingga tulisan ini turun Yuda belum juga sampai. Yang pasti jasadnya kini sudah menyatu dengan Alam Kerinci.
Untuk mengenangnya kawan-kawan Pecinta Alam membuat sebuah tugu yang di perkirakan tempat hilangnya Yuda. Tugu itu diberi nama Tugu Yuda. Alfatihah!!!
Ini sedikit mengenang aja, karena sudah banyak jg yg sudah bercerita lebih dalam tentang Yuda.
Kita kembali lagi ke "Paiman sang Legend Mt.Kerinci". Bertahun-tahun lamanya dia sudah mendaki Mt.Kerinci dan beratus-ratus bahkan ribuan orang dari seluruh dunia telah menjumpainya dan diantarkannya menuju Atap Sumatra. Ada banyak cerita bahagia dan tidak sedikit pula cerita duka yang melanda para pendaki. Tapi yang pasti Kerinci adalah Magnet bagi para Pendaki. "Karena Kerinci tak pernah ingkar janji"
Dulu, belum ada penginapan/homestay di bawah kaki Gunung Kerinci. Semua pendaki yang ingin menapaki kakinya ke Gunung Kerinci selalu menginap di Kebun Paiman.
Karena banyaknya tamu yang datang dan singgah untuk beristirahat, pada tahun 1976 Paiman menyulap rumahnya bak homestay untuk para pendaki.
Paiman tidak pernah meminta uang sewa kamar, semuanya gratis. Kalau pingin kopi, makan, ya langsung aja kedapur, buat sendiri sesuai selera.
Paiman, aaah kau bagaikan Pahlawan, memberi tanpa pamrih, membantu tanpa mengharap apapun.
"Dulu, waktu masih ada mbah Paiman, nginap disini gak bayar. mbah sengaja buat banyak kamar dirumahnya biar bisa tampung semua yang mau naik Kerinci" Ujar Cucunya kepada saya.
"Setahun setelah mbah meninggal baru kami minta uang sewa kamar, ya untuk kebutuhan hiduplah. Tapi kalo makan, minum ya buat aja sendiri. Anggap aja kayak rumah sendiri.
Homestay Paiman tidak pernah sepi, selalu ada saja orang yang menginap. Tamu yang datang pun seperti saudara serumah, tidak ada canggung, tidak ada malu-malu. Semua menyatu dalam Homestey Paiman.
Ada yang unik di penginapan ini. Hampir semua tamu yang pernah nginap disini dan mendaki Gunung Kerinci, meninggalkan foto-fotonya didinding ruang tamu. Foto-foto itu dijepret ketika mereka berhasil mendaki Gunung Kerinci. Ada sekitar 300 foto yang terpajang.
Namun ada beberapa yang jatuh, pecah dan belum digantung lagi. Mereka mencuci hasil jepretannya distudio terdekat lalu membingkainya dan meletakkanya didinding ruang tamu.
Ini menjadi hiasan menarik yang mewarnai dinding ruang tamu Homestay Paiman. Dinding itu seperti berbicara menceritakan kisah-kisah perjalanan menuju Gunung merapai tertinggi seAsia. Ada yang sujud syukur, ada yang melompat girang, ada yang buka baju biar keliatan gak dingin, ada yang sama pasangannya dan ada juga yang gak kelihatan lagi gambarnya karena dimakan usia.
Bisa menghabiskan waktu setengah jam untuk melihat seluruh foto-foto yang terpajang, mencari adakah teman kita disitu.
Disini semunya unik, selain foto-foto yang menghiasi ruang tamu. Disini juga untuk sewa penginapannya bukan di hitung perkamar, tapi di hitung perorang. Perorang itu Rp.40.0000/malam. Jadi kalau pergi sendiri dan gk punya teman, bisa tidur gabung. Karena perkamarnya muat untuk 4 orang. Tapi jangan harap bisa gabung sama yang lawan jenis. Itu tidak dianjurkan.
Banyak sekali cerita tentang Paiman yang aku dapat dari istri, anak dan cucu-cucunya. Tapi sedikit-dikit hilang, dan susah untuk menulisnya.
Tapi nanti, kalau sudah mulai bisa kuingat lagi. Akan kutuliskan dan kubagikan lagi ke kawan2 steemian.
Selamat selamat..