JUDUL
MAKNA KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN
Mata Kuliah: Pengembangan Kurikulum
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
RAMZATUL QADRI
NIM : 27153001-2. UNIT: 2 RUANG A7
Dosen Pembimbing: Dr. Saifullah, M. Ag
PASCASARJANA UIN AR-RANIRY
DARUSSALAM, BANDA ACEH
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang masih memberi taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Makna Kurikulum dan Pengembangannya” , shalah dan salam sama-sama kita paparkan kepada kepangkuan alam Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa ummat manusia dari alam kebodohan kealam yang berilmu pengetahuan, keluarga dan semua sahabat-Nya.
Selanjutnya penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki sehingga penyelesaian makalah masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis dengan hati terbuka untuk menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun.
Akhirnya kepada Allah jualalah penulis serahkan semua dengan harapan semoga makalah ini dapat memberikan mamfaat bagi agama dan bangsa Amin Ya Rabbal ‘Alamiin
Matangglumpangdua
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN 1
- Latar Belakang 1
- Rumusan Masalah 3
B. PEMBAHASAN 4 - Pengertian Kurikulum 4
- Pengembangan Kurikulum 10
C. PENUTUP 12 - Kesimpulan 12
- Daftar Pustaka 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum yang disempurnakan itulah sebuah nama kurikulum yang paling tepat untuk menjembatani kekisruhan, dan kesalah pahaman berbagai pihak dalam menafsirkan kurikulum.
Sistem pendidikan Islam melebihi dari pada sistem pendidikan umum lainya, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kurikulum juga semakin berkembang. Dalam praktek pendidikan, kurikulum memiliki beberapa definisi. Terjadinya beberapa pengembangan defenisi tersebut karena sebagai sebuah jalan untuk memperbaiki dan mempersiapkan peserta didik untuk lebih berperan dalam menghadapi masa depan mereka yang semakin hari semakin berkembang. Dengan membangun sistem kurikulum maka semakin membangun rasa tertib dari dunia tempat tinggal peserta didik karena peserta didik merupakan actor yang paling utama dalam proses pembelajaran dilembaga pendididkan.
Selain itu, hampir semua sistem pendidikan yang ada di dunia ini selalu kalah berpacu dengan perubahan sosiial. Semua hal yang terjadi saat ini disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan lainnya, maka pendidikan terhadap perubahan lingkungan sosial, ekonomi, budaya tata nilai dan tuntutan yang menyertainya, adanya kesenjangan antara lembaga pendidikan dengan sosial masyarakat dan yang paling parah lagi adalah lembaga pendidikan dalam dunianya sendiri tidak ada kurikulum yang pasti alias kurikulum yang kaku.
Pendidikan terhadap perubahan lingkungan sosial, ekonomi, budaya dan kemajuan ilmu dan teknologi, ini dapat dilihat pada ketidakmampuan pendidikan menyesuaikan diri dalam kehidupan internalnya dan hubungan dengan dunia luar dimana sistem pendidikan tersebut diberlakukan, padahal lembaga pendidikan harus menyesuaikan diri dalam mengembangkan kurikulum untuk memajukan pendidikan.
Kurikulum yang berlaku terhadap perubahan dan realitas masyarakat merupakan bukti kelemahan sistem pendidikan. Apalagi kebijakan dalam suatu kurikulum ditentukan dari atas sifatnya uniform, dan merupakan suatu ungkapan untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan yang ada. Kurikulum seperti ini, tidak memberikan kebebasan, kesempatan dan peluang bagi individu bahkan bisa kita katakan ini merupakan penjajahan kurikulum.
Saya berharap pemerintah dapat merespon tentang konsep perubahan kurikulum itu tidak harus dilakukan secara besar-besaran, tidak harus dilakukan secara total dan tidak harus menunggu momen-momen tertentu, tetapi dapat dilakukan setiap saat oleh guru, dan para pelaksana pendidikan di sekolah. Di samping itu, saya ingin menekankan bahwa kurikulum itu hanya satu aspek saja dari sekian banyak komponen yang berpengaruh terhadap pendidikan, dan keberhasilan peserta didik.
Kita berharap, bahwa perubahan kurikulum mampu mendorong terciptanya pendidikan berkualitas, yang dapat menghasilkan sumber daya manusia pembangunan beretos kerja tinggi. Hal ini penting, terutama dalam memasuki ero globalisasi yamg sarat dengan kualitas dan penuh persaingan
Pendidikan Islam tidak hanya diartikan sebagai pelestarian nilai-nilai luhur tetapi juga menyesuaikan terhadap dunia kerja yang tidak bertentangan dengan agama, atau sebagai sebuah proses pengetahuan dan teknologi persaingan dunia.
B. Rumusan Masalah
Berdasaskan paparan dari latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut ini:
- Apa pengertian kurikulum ?
- Bagaiman pengembangan kurikulum ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat dan tingkat pendidikan.
Secara etimologis, kurikulum barasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.
Dalam Bahasa Arab, kata Kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirasah) dalam Qamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
Term Kurikulum secara umum sering diartiakan sebagai ruang lingkup atau rangkaianan pelajaran yang ditawarkan dalam suatu program sekolah. Kurikulum dalam pengertian ini tampaknya cenderung dipahami dalam arti yang sempit sebagai sekumpulan materi pelajaran, dengan kata lain, lebih dekat dengan pengertian kurikulum tradisional. Kurikulum model ini didasarkan atas subjek atau mata pelajaran ( Teacher-centred ). Yang biasanya diberikan pengertian secara terpisah-pisah.
Secara terminologi para ahli telah banyak mendefenisikan kurikulum diantaranya:
Crow and crow mendefenisikan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah. M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem intitusional pendidikan. Nampaknya pengertian ini masih terlalu sederhana dan masih menitik berat pada materi pelajaran semata. Sesuai dengan perkembangan pendidikan, Kurikulum yang semula dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran kemudian beralih makna menjadi semua kegiatan atau semua pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan berada di bawah tanggung jawab sekolah, lebih khususnya diartikan hasil belajar yang diharapkan.
Hal ini dapat dilihat dari rumusan para ahli sebagai berikut:
Zakiah Derajat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Dalam dunia pendidikan modern sekarang ini, kurikulum diartikan lebih dari sekedar sekumpulan materi pelajaran (subject materi). P.H. Hirst dan R.S. Peters, misalnya, mengartikan kurikulum sebagai suatu program aktivitas yang diorganisasikan secara eksplisit dengan maksud agar siswa dapat mencapai tujuan yang dikehendaki (dari program tersebut).
Kurikulum adalah keseluruhan pengalaman belajar yang disusun oleh suatuorgansasi pendidikan formalbagi siswa-siswanya, baik pengalaman itu berlangsung di dalam ataupun diluar sekolah. Kurikulum model ini dikenal dengan kurikulum progresif, yang berpusat pada anak atau child-centrend yang lebih banyak memberikakan kebebasan kepda anak dan memilih masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan anak dan masyarakat.
Melalui dua defenisi yang terakhir ini, kurikulum mengandung pengertian yang luas, meskipun keduanya memberikan penekanan yang berbeda. Hirst dan peters menekankan pada aspek fungsional kurikulum sebagai rambu-rambu yang menjadi acuan bagi proses belajar mengajar, sedangkan musgave lebih menekankan pada ruang lingkup pengalaman belajar yang meliputi pengalaman didalam maupun di luara sekolah. Pandangan ini senada dengan pandangan Romine Stemphen bahwa kurikulum mencakup segala materi peajaran, aktivitas dan pengalaman anak didik dimana ia berada dalam kontrol lembaga pendidikan, baik hal itu terjadi di dalam ataupun di luar kelas.
Selain itu, secara teoritis-filosofis penyusunan sebuah kurikulum harus berdasarkan pada asas-asas dan orientasi tertentu, yaitu: asas filosofis, sosiologis, organisatoris, dan psikologis. Asas filosofis berperan sebagai penentu tujuan umum pendidikan. Asas sosiologis berperan memberikan dasar untuk menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Asas organisasi berfungsi memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahkan pelajaran itu disusun, dan bagaimana penetuan luas dan urutan mata pelajaran. Selanjutnya asas psikologis berperan memberikan berbgai prinsip-prinsip tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangan dan pertumbuhannya.
Ibnu Khaldun dalam melihat kurikulum lebih menekankan pada pembagian ilmu pengetahuan, sebagaimana tercantum dalam muqaddimahnya, yaitu naqliyah (tekstual) atau ilmu yang disebarkan dan ilmu aqliyah (Rasional) atau ilmu falsafah atau intelektual. Cabang ilmu naqliyah terdiri dari al-Qur’an, al-Hadis, yurisprudensi, teologi, tasawuf. Sedangkan cabang ilmu aqliyah seperti ilmu-ilmu lingguistik, kesusastraan, metafisika, ilmu ukur, fisika, ilmu abjad, ilmu kimia, aljabar, ilmu ghaib, ilmu hitung, musik, astronomi, dan astrologi.
Di samping itu,pemikiran john dawey tentang kurikulum dapat di pahami dalam ungkapan nya “the good school is concerned with every kind of learning thatheips student, young and old, to grow”. Artinya sekolah yang baik adalah yang memperhatikan dengan sungguh sungguh semua jenis pelajar yang membantu murid, pemuda dan orang dewasa untuk berkembang. Sedangkan dalam penyusunan kurikulum, Dawey mengatakan bahwa penyusunan kurikulum dibuat berdasarkan pengalaman pribadi, sosial, dan menarik minat anak didik. Hal ini mencerminkan sikap tokoh tersebut dalam melihat pendidikan sebagai bagian dari hidup itu sendiri dan bukan semata-mata sebagai persiapan untuk hidup. Peran lembaga pendidikan dalam hal ini adalah meningkatkan kualaitas hidup anak didik. Pusat pengajaran adalah interes dan kebutuhan anak. Oleh arena itu, penddikan harus menjawab: apa yang dibutuhkan anak secara khusus dalam usia tertentu dari segi visik, intergeritas intelektual, maupun dalam memelihara spiritnya untuk terus berkembang, inilah yang mesti dijawab dalam kurikulum.
Berdasarkan pemikiran dan terminologi tentang kurikulum tersebut,nampak nya kurikulum harus berorintasi kepada tujuan (umum) pendidikan yang hendak di capai .maka untuk melihat Ibnu Khaldun dan John Deway tentang kurikulum, penulis memakai tiga pandangan aliran filsafat pendidikan, yaitu aliran progresssivisme, essensialisme, dan perennialisme.
Progressivisme memandang kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat eksperirimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Dan beorientasi kepada Child-Centered dan Community- Centered. Bagi essensialisme, Kurikulum itu hendaknya berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Dengan kata lain kurikulum diibaratkan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian, yaitu universum, sivilisasi,kebudayaandan kepribadian. Sedangkan bagi perennialisme, kurikulum adalah intergerasi antara pengalaman langsung dan pengalaman yang tidak langsung. Perennialisme, membagi kurikulum kepada dua, yaitu kurikulum pendidikan dasar dan menengah, kurikulum pendidikan dan adult education.
Dengan memahami Kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh tujuan yang realitis, dapat diterima oleh semua kalangan, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realitis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh karena itu sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan Islam memahami Kurikulum serta berusaha mengembangkannya.
B. Pengembangan Kurikulum
Pemerintah memberikan kesempatan kepada daerah dan sekolah, khususnya kepada guru dan kepala sekolah untuk melakukan improvisasi terhadap kurikulum yang akan diterapkannya. Dalam hal ini para guru dan kepala sekolah diberi kebebasan dan keleluasan untuk mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik sekolah dan daerah masing-masing; bahkan menyusun sendiri urikulum yang sesuai dengan sekolah dan daerahnaya. Dengan demikian, setiap sekolah dan daerah bisa mengguanakan kurikulum yang sama tetapi bisa juga berbeda, bergantung dari tingkat kemandirian sekolah masing-masing. Bagi daerah dan sekolah yang sudah mampu, dapat mengembangkan kurikulum sendiri, sementara yang belum mandiri bisa menggunakan dan memodifasi kurikulum dari sekolah atau daerah lain (dengan izin tentunya), atau bisa juga menggunakan dan memodifikasi perangkat kurikulum yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dan/atau Pusat Kurikulum (Puskur).
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan pengembangan kurikulumn adalah tim evaluasi yang bertugas untuk melakukan pemantauan kelapangan berkaitan dengan penerapan kurikulum. Tim ini perlu dibentuk untuk melakukan pemantauan ke lapangan secara rutin dan langsung turun kelapangan, untuk melihat dan menganalisis penerapan kurikulum di lapangan. Tim ini juga harus benar-benar ahli dalam bidangnya, yang mampu melihat kelemahan dan keunggulan dari kurikulum yang diterapkan. Berdasarkan kegiatan tersebut, tim ini melakukan diskusi dan melakukan perbaikan terhadap kurikulum yang sedang diterapkan di sekolah. Perbaikan ini harus dilakukan secara terus menerus dan berkesenambungan (continuitas), sehingga menghasilkan perbaikan yang berkesenambungan pula (continuous quality improvement). Jadi tim ini yang berkerja terus menerus untuk melakukan pemantauan kelapangan dan melakukan perbaikan konsep de lembaga (di Kantor).
Di samping itu, harus ada tim penjamin mutu, baik berbentuk lembaga atau mungkin cukup tim kerja saja yang jumlahnya tidak usah terlalu besar, tetapi tetap bertanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat dan tingkat pendidikan.
- Pengembangan kurikulumn adalah tim evaluasi yang bertugas untuk melakukan pemantauan kelapangan berkaitan dengan penerapan kurikulum.
B. Daftar Pustaka
Arthur K. Ellis, Introduction to the Foundations of Education, New Jersey: Prentice-Hall, Englewood Cliffs, 1986
M. Rusli Karim, Pendidikan Islam di Indonesia dalam Transformasi Sosial Budaya. dalam Muslih Usa (ed) Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta. Cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1991
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986
John Eggleston, The Sociology of the School Curriculum, London: Routledge & Kegan Paul Ltd, 1977
Crow an Crow dalam Oemar Hamalik, Pembinaan Pengembangan Kuriulum, Bandung: Pustaka Martina, 1987
HM. Arifin, Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Askara, 1991
Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
P.H. Hirst dan R.S. Peters, The Logic of Education, London: Routledge & Kegan Paul Ltd, 1970
P.W. Musgave, Conteporary Study in the Curriculum, London: Angus & Rrobestson, 1974
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1994
Romine Stphen, Building the Hing School Curriculum, New York: The Ronald Press Company, 1954
S. Nasutiaon, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Adirya Bakti, 1991
Warul Walidin AK, Pendidikan Dalam Pandangan Ibnu Khaldun, Malang: Setra Media, 2002
Theodre Brameld, Philosophies of Education in Cultural Perspektifve, New York: Rinerhart & Winston, 1955
Jonh Deway, The Child and the Currculum and the School and Society, Chicago: The University of Chicago Press, 1962
Merietta Johnson, “The Educational Principlis of the scool of Organic Education, Fairhope, Alabama”Dalam Rugg (ed), The Foundation and Technique for Study of Education, Bloomington ind: Public Shool Puplishing, 1926
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Cet ke-4, Surabaya: Usaha Nasional, 1988
Saifullah Idris, Kurikulum dan Perubahan Sosial, Banda Aceh: Naskah Aceh dan Arraniry Press, 2013.
E. Mulyasa, Kuriulum Yang Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006