Oleh @ayijufridar
KETIKA menulis di media massa, seorang penulis berhadapan dengan dua hal; terbatasnya ruang dan waktu. Kedua aspek ini harus diperhatikan sebelum menyiapkan tulisan untuk media massa. Aspek ruang menyangkut panjang pendeknya tulisan, sehingga penulis dituntut untuk memerhatikan space yang tersedia dan menyesuaikannya tanpa mengabaikan kekuatan pesan bagi pembaca.
Kaver novel Kabut Perang yang diterbitkan oleh Universal Nikko Publishing, Jakarta, tahun 2010.
Sedangkan waktu berkaitan dengan isu tertentu dan timing yang tepat. Banyak tulisan bagus tidak bisa ditayangkan karena timing-nya kurang sesuai (sudah berlalu atau masih terlalu dini). Jadi, harus memerhatikan waktu yang tepat kapan mengirim tulisan ke media dengan isu tertentu. Biasanya, ada momen khusus yang bisa dimanfaatkan untuk membuat artikel/opini tertentu. Misalnya, hari guru, hari pendidikan nasional, hari ibu, hari anak, hari kebebasan pers internasional, hari AIDS, dan sebagainya. Hari-hari besar ini dengan mudah ditemukan di mesin pencari.
1. Potensi media massa
Pertumbungan media massa—terutama online—saat ini berkembang pesat. Perkembangan ini tidak diimbangi dengan kualitas dan kuantitas tulisan yang memadai. Tidak heran jika para penulis yang meramaikan media utama (mainstream) sebagian besar adalah penulis yang itu-itu juga.
Menurut catatan Sudarman (2008), dengan jumlah media cetak di Indonesia (Dewan Pers, 2001) sebanyak 564 dan rata-rata satu media membutuhkan 3-5 tulisan dari penulis lepas. Maka hitungannya:
305 surat kabar harian x 5 tulisan = 1.525 tulisan
1.525 x 30 hari = 45.750 tulisan
132 tabloid x 3 tulisan per edisi = 396 tulisan
396 x 4 pekan per bulan = 1.584 tulisan
127 majalah mingguan x 4 tulisan = 508 tulisan
508 x 4 edisi = 2.032 tulisan
45.750 tulisan koran + 1.584 tulisan tabloid + 2.032 tulisan majalah = 49.366 tulisan per bulan!!!
Itu baru jumlah tulisan di media cetak saja dan data di atas tahun 2001 akhir. Dewan Pers belum merilis data terbaru jumlah media cetak tahun 2017 ini. Tapi pada 2014, jumlah media cetak di Indonesia 567 media. Ditambah media penyiaran dan siber 1.771 di seluruh Indonesia. Berapa tulisan yang dibutuhkan?
Booming media online bisa dimanfaatkan untuk menghadirkan tulisan berkualitas yang bisa menjadi referensi banyak kalangan. Untuk itu, dibutuhkan ketekunan, disiplin, dan jaringan agar bisa menembus media massa, terutama yang dikonsumsi oleh banyak pembaca.
2. Jenis tulisan
Media massa menyediakan ruang yang luas bagi pembaca di luar tulisan yang dihasilkan jurnalis/penulis mereka sendiri. Ada rubrik yang disedikan untuk menampung tulisan dari luar. Misalnya:
Opini; Di surat kabar, rubrik opini setiap hari ada, kecuali hari minggu yang digantikan dengan artikel sasta dan budaya.
Artikel; esei, tips, catatan perjalanan, tulisan kuliner, resensi (buka, film, pementasan drama, dll), psikologi, ulasan olahraga, dan sebagainya. Setiap media memiliki rubrik khas yang dikirim dari penulis luar.
Fiksi: cerpen, cerita bersambung, dan puisi. Di koran, rubrik fiksi biasanya dimuat pada hari Minggu, dan ada sebagian kecil surat kabar pada hari Sabtu.
3. Sesuai kapasitas
Menulis di media massa juga perlu memerhatikan kapasitas dan latar belakang penulis. Topik tulisan harus sesuai dengan kapasitas diri. Kalau sahabat Steemians seorang blogger, tetapi menulis opini tentang politik, tentu tidak nyambung. Demikian juga ketika menggunakan predikat latar belakang pendidikan. Misalnya, seorang dosen FISIP seperti @teukukemalfasya, tentu tidak tepat menulis opini tentang masa depan mata uang ktipto meski ia memiliki pengetahuan tentang itu karena seorang Steemian yang aktif. Barangkali ia bisa menggunakan predikat sebagai Steemians. Jadi, pilihlah topik yang relevan dengan kapasitas diri atau sesuaikan predikat dengan topik tulisan, tetapi jangan bermain-main dengan predikat ini. Predikat adalah sesuatu yang ditabalkan pihak lain dan sudah dikenal luas atau sesuatu yang melekat dengan diri sendiri. Misalnya, baru-baru ini @teukukemalfasya memposting tentang tentang pertandingan Piala Champion Eropa antara Barcelona dengan Juventus. Meski sudah mengulas hasil pertandingan setajam Kusnaini, bukan berarti bisa mengklaim ini sebagai pengamat sepakbola. Bedakan kapasitas pengamat, penikmat, atau pakar. []
Referensi (dan buku-buku yang bisa dibaca berkaitan dengan tulis-menulis di media massa):
- Atmiwiloto, Arswendo (2003). Mengarang Itu Gampang. Gramedia, Jakarta.
- Laksana, A.S (2013). Creative Writing. Gagas Media, Jakarta.
- Lee, Christopher (2002). Author Handbook. Petunjuk Lengkap dari Penulis untuk Penulis dan Calon Penulis. Elex Media Komputindo, Jakarta.
- Mahayana, S. Maman (2012). Pengarang Tidak Mati. Peranan dan Kiprah Pengarang Indonesia. Nuansa, Bandung.
- Royan, M. Frans (2009). Cara Mudah Menulis Buku Best Seller. Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo.
- Sudarman, Paryati (2008). Menulis di Media Massa. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
- Sumardjo, Jakob (2007). Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
- Sukirno (2010). Menulis itu Mudah. Pustaka Populer LkiS, Yogyakarta.
- Windia, Wayan & Atmaja, Jiwa (2010). Teknik Menulis Artikel Opini. Udayana University Press, Bali.